Rene Descartes |
Dalam bahasa indonesia cogito ergo sum dapat diartikan dengan "Aku
berpikir maka aku ada". Atau “I think, therefore I am” dalam bahasa inggris. Maksudnya, satu-satunya hal yang pasti di
dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa dibuktikan
dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri. Dengan kata lain Descartes
ingin mencari kebenaran dengan pertama-tama meragukan semua hal. Ia meragukan
keberadaan benda-benda di sekelilingnya, bahkan keberadaan dirinya sendiri. Dia berpikir bahwa dengan cara meragukan semua hal termasuk dirinya
sendiri tersebut, dia telah membersihkan dirinya dari segala prasangka yang
mungkin menuntunnya ke jalan yang salah. Ia takut bahwa mungkin saja berpikir
sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin saja bahwa pikiran
manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia kepada kebenaran, namun
sebaliknya membawanya kepada kesalahan. Artinya, ada semacam kekuatan tertentu
yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan
pikirannya ke jalan yang salah.
di sini, Descartes tiba-tiba
sadar bahwa bagaimanapun pikiran mengarahkan dirinya kepada kesalahan, namun ia
tetaplah berpikir. Inilah satu-satunya yang jelas. Inilah satu-satunya yang
tidak mungkin salah. Maksudnya, tak mungkin kekuatan tadi membuat kalimat
"ketika berpikir, sayalah yang berpikir" salah. Dengan demikian,
Descartes sampai pada kesimpulan bahwa ketika ia berpikir, maka ia ada.
Dalam bahasa lain cogito ergo sum ini dapat di analogikan misalnya anda
menyatakan bahwa hakikat hidup adalah menjadi manusia yang baik. Maka
pertanyannya adalah, apa ukuran kebaikan itu? Lalu siapa yang berhak
menentukannya? Lalu anda jawab bahwa kebaikan itu adalah bersikap dan berbuat
sesuai hukum Tuhan. Maka muncul lagi petanyaan baru. Siapa itu Tuhan? Lalu anda
jawab bahwa Tuhan itu adalah Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. Maka
pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana kita bisa tahu bahwa Tuhan itu ada?
Lalu anda jawab bahwa Tuhan ada bisa diketahui melalui kitab suci para Nabi.
Karena mereka menerima wahyu langsung dari Tuhan dan wahyu itu dituliskan dalam
kitab suci. Maka Descartes belum puas. Dia akan bertanya, bagaimana cara
meyakini bahwa memang para Nabi itu menerima wahyu dari Tuhan? Sedang tentang
Tuhan itu sendiri belum terjawab? Lalu anda jawab bahwa untuk meyakininya
adalah dengan iman. Maka pertanyaan berikutnya adalah: Iman? Apa itu iman?
Siapa yang mengklaim bahwa beriman itu adalah ukuran kebenaran bahwa yang
diimani itu adalah sebuah kebenaran? Begitulah proses diskursus ini terus
berlangsung sampai menemukan “ada” yang sesungguhnya.
Sebenarnya kata cogito ergosum bukanlah sesuatu yang baru muncul pada abad
ke 16, karena jauh sebelum itu dalam dunia islam sudah ada perkataan yang sangat populer, bahkan ada
yang mengatakan kalau ini sebuah hadis “man arofa nafsahu arofa Rabbahu”. Kata
ini menjadi wacana penting dalam dunia tasawuf.
1 komentar:
walau bagaimanapun akal tetap harus tunduk kpada wahyu..
Posting Komentar